
Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2025 tentang Pelaporan Keuangan, sebagai langkah lanjutan dari implementasi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Regulasi ini menandai babak baru tata kelola pelaporan keuangan nasional dengan fokus utama pada peningkatan kualitas, integritas, dan kredibilitas informasi keuangan di Indonesia.
Salah satu poin paling tegas dari PP ini adalah kewajiban bahwa penyusunan laporan keuangan hanya dapat dilakukan oleh individu yang memiliki kompetensi akuntansi yang terverifikasi. Dengan demikian, proses pelaporan tidak lagi bisa dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki kualifikasi profesional di bidang akuntansi.
Dalam Pasal 4 dan Pasal 5, pemerintah menegaskan bahwa setiap laporan keuangan wajib disusun sesuai Standar Laporan Keuangan dan ketentuan hukum yang berlaku. Penyusun laporan keuangan harus dibuktikan dengan ijazah pendidikan formal, sertifikat keahlian/profesional di bidang akuntansi, atau piagam akuntan beregister, sebagai bukti kompetensi dan integritas. Langkah ini dinilai sebagai upaya strategis dalam memperkuat keandalan data keuangan nasional. Dengan pelaporan yang disusun oleh tenaga profesional bersertifikat, investor, regulator, dan masyarakat dapat lebih percaya pada akurasi dan transparansi informasi keuangan.
Terkait hal ini, peran tenaga profesional juga krusial dalam bidang perpajakan. Kompetensi dan integritas konsultan pajak turut membantu menjaga kepatuhan serta meminimalkan risiko kesalahan administrasi. (Baca juga: Menjaga Kepatuhan Pajak, Apakah Konsultan Pajak Penting?)
PP 43/2025 memperluas kewajiban penyusunan laporan keuangan hingga mencakup Pelaku Usaha Sektor Keuangan (PUSK) seperti perbankan, pasar modal, asuransi, pembiayaan, pergadaian, fintech, dan lembaga dana publik seperti BPJS maupun dana pensiun.Tak hanya itu, entitas non-keuangan seperti emiten, debitur, dan pelaku usaha sistem pembayaran yang memiliki hubungan dengan sektor keuangan juga diwajibkan untuk menyusun serta menyampaikan laporan keuangan. Pendekatan ini memperkuat integrasi ekosistem pelaporan nasional agar lebih transparan dan akuntabel.
Kebijakan pemerintah ini berjalan seiring dengan diterbitkannya POJK Nomor 18 Tahun 2025 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Regulasi tersebut mengatur kewajiban bank, baik konvensional maupun syariah, untuk menyusun dan mempublikasikan laporan keuangan serta informasi risiko dan permodalan secara berkala.
OJK juga menegaskan bahwa penyusunan laporan keuangan perbankan harus dilakukan oleh penyusun bersertifikasi Chartered Accountant (CA). Tujuannya adalah memperkuat disiplin pasar, memperkecil kesenjangan informasi, dan menumbuhkan kembali kepercayaan publik terhadap sistem perbankan nasional.Penerapan PP 43/2025 dan POJK 18/2025 menunjukkan semakin strategisnya peran akuntan profesional dan Chartered Accountant (CA) dalam menjaga kredibilitas sektor keuangan.
Langkah serupa sebelumnya telah diambil oleh Kementerian BUMN, yang mewajibkan pejabat pengelola risiko keuangan dan akuntansi di BUMN memiliki sertifikasi CA Indonesia. Program penguatan kompetensi ini dijalankan melalui kolaborasi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan BUMN School of Excellence (BSE) melalui inisiatif Pathways to CA Indonesia.
Sebagai organisasi profesi resmi yang berafiliasi dengan International Federation of Accountants (IFAC) dan Chartered Accountants Worldwide (CAW), IAI telah mengembangkan CA Indonesia sejak 2012 untuk memastikan akuntan Indonesia memenuhi standar kompetensi global, etika profesional, serta daya saing di era digital dan keberlanjutan ekonomi. Adanya penerapan PP 43/2025 dan POJK 18/2025, profesi akuntan kini memiliki tanggung jawab lebih besar dalam memastikan laporan keuangan disusun dengan integritas, keahlian, dan tanggung jawab profesional.
Sinergi antara pemerintah, otoritas pengawas, dan IAI menjadi kunci agar kebijakan ini dapat diimplementasikan secara efektif dan sejalan dengan praktik pelaporan global. Langkah ini menandai transformasi penting dalam tata kelola pelaporan keuangan nasional menuju sistem yang lebih transparan, terpercaya, dan berorientasi pada profesionalisme.




