
Pemerintah berencana menetapkan secara permanen insentif pajak penghasilan (PPh) final dengan tarif 0,5 persen bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan kepastian jangka panjang serta mendukung keberlangsungan usaha kecil di tengah tantangan ekonomi yang masih dirasakan banyak pelaku usaha.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menjelaskan bahwa saat ini pemerintah sedang memproses revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022. Salah satu poin utama revisi tersebut adalah penghapusan batas waktu pemberlakuan tarif PPh final 0,5 persen bagi UMKM orang pribadi (OP) dan UMKM berbentuk perseroan perorangan.
Selain itu, pemerintah juga berencana memperpanjang masa berlaku tarif pajak yang sama untuk UMKM berbentuk koperasi hingga tahun pajak 2029. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa pelaku usaha kecil tetap mendapatkan keringanan pajak, terutama dalam menjaga arus kas dan mendukung kelangsungan operasional bisnis.
Sebelumnya, berdasarkan ketentuan dalam PP Nomor 55 Tahun 2022, fasilitas tarif PPh final 0,5 persen hanya berlaku untuk jangka waktu tertentu. Wajib Pajak (WP) orang pribadi dapat memanfaatkannya selama tujuh tahun, sedangkan koperasi, CV, firma, badan usaha milik desa, dan perseroan perorangan hanya selama empat tahun. Adapun perseroan terbatas (PT) memperoleh fasilitas tersebut selama tiga tahun.
Tanpa adanya revisi, maka per tahun 2025, sebagian besar UMKM orang pribadi tidak lagi berhak menikmati tarif pajak rendah tersebut. Padahal, kebijakan ini telah diterapkan sejak 2018 dan terbukti mampu mendorong tingkat kepatuhan pajak di sektor UMKM, sekaligus meningkatkan penerimaan negara dari sektor usaha kecil.
Perpanjangan dan rencana pemermanenan tarif PPh final 0,5 persen bagi UMKM membawa sejumlah dampak ekonomi dan fiskal yang signifikan, baik bagi pelaku usaha maupun pemerintah. Dampaknya dapat dijelaskan dari beberapa sisi berikut:
Pertama, keringanan beban pajak. Adanya tarif yang rendah dan bersifat final, UMKM tidak perlu menghitung pajak berdasarkan laba bersih, melainkan cukup dari omzet. Hal ini meringankan beban administrasi dan mengurangi kewajiban pajak yang harus dibayar.
Kedua, menjaga arus kas dan likuiditas usaha. Tarif 0,5 persen membantu UMKM menjaga stabilitas keuangan, terutama di masa pemulihan ekonomi pascapandemi dan menghadapi tekanan biaya operasional yang meningkat. Arus kas yang lebih longgar memungkinkan palaku usaha tetap berproduksi, membayar gaji karyawan, serta melakukan ekspansi usaha.
Ketiga, meningkatkan kepatuhan pajak. Pajak yang ringan dan mudah dihitung membuat pelaku usaha kecil lebih terdorong untuk masuk ke sistem perpajakan formal. Sebelumnya, banyak UMKM tidak melapor pajak karena prosedur yang rumit atau beban pajak yang dianggap berat. Dalam hal ini, pendampingan oleh tenaga profesional dapat membantu pelaku usaha memahami kewajiban perpajakan dengan lebih baik.
(Baca juga: Menjaga Kepatuhan Pajak, Apakah Konsultan Pajak Penting?)
Keempat, memberi kepastian jangka panjang. Adanya penghapusan batas waktu pemberlakuan tarif, pelaku UMKM dapat merencanakan bisnis dengan lebih tenang, tanpa khawatir akan lonjakan beban pajak di tahun-tahun mendatang. Kepastian ini penting bagi keberlanjutan dan perencanaan keuangan jangka panjang.
Perpanjangan tarif PPh final 0,5 persen bagi UMKM, diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan stabilitas kebijakan bagi pelaku UMKM. Dengan beban pajak yang lebih ringan dan tetap, para pelaku usaha diharapkan lebih terdorong untuk masuk ke sistem perpajakan formal serta berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.




