
Perubahan besar dalam perlakuan pajak atas pemberian natura dan kenikmatan resmi berlaku melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023. Aturan ini menjadi tonggak penting karena tidak semua bentuk natura kini dianggap sebagai objek Pajak Penghasilan (PPh). Pemerintah berupaya menciptakan keadilan fiskal dengan mengatur secara lebih rinci mana natura yang tergolong penghasilan kena pajak dan mana yang justru dikecualikan.
Sebelumnya, seluruh pemberian natura atau kenikmatan dari pemberi kerja kepada pegawai pada dasarnya dianggap sebagai penghasilan. Namun, kondisi di lapangan menunjukkan banyak natura yang sebenarnya tidak bersifat konsumtif, melainkan menunjang kinerja pegawai. Karena itu, PMK 66/2023 hadir untuk memberikan kepastian hukum sekaligus mendorong efisiensi administrasi pajak bagi pemberi kerja.
Salah satu pengecualian yang paling umum adalah makanan dan minuman untuk seluruh pegawai. Termasuk di dalamnya kupon makan atau reimbursement, selama nilainya tidak melebihi batas tertentu. Logikanya sederhana, makan adalah kebutuhan dasar yang mendukung produktivitas, bukan bentuk tambahan penghasilan. Kebijakan ini membuat perusahaan tidak perlu lagi memotong PPh atas konsumsi pegawai di lingkungan kerja.
Pengecualian lain berlaku untuk natura di daerah tertentu. Pemerintah menyadari bahwa di wilayah dengan keterbatasan infrastruktur, perusahaan sering kali harus menyediakan tempat tinggal, fasilitas kesehatan, pendidikan, hingga transportasi bagi pegawainya. Selama lokasi usaha tersebut telah ditetapkan sebagai “daerah tertentu” oleh DJP, fasilitas tersebut tidak dikenai pajak. Hal ini menjadi bentuk dukungan fiskal bagi investasi di daerah terpencil atau strategis.
Kemudian, natura yang wajib disediakan untuk keselamatan dan kesehatan kerja juga tidak dikenai pajak. Contohnya seragam, alat pelindung diri, vaksinasi, antar-jemput karyawan, hingga penginapan bagi awak kapal. Semua itu bukan bentuk kemewahan, melainkan bagian dari tanggung jawab perusahaan dalam menjaga keamanan kerja dan keberlangsungan operasional.
Selain itu, natura yang bersumber dari keuangan negara atau daerah juga dikecualikan. Misalnya, fasilitas yang diberikan kepada ASN, tenaga medis, guru, atau aparat desa yang dibiayai oleh APBN, APBD, atau APBDesa. Prinsipnya, karena dana yang digunakan berasal dari anggaran publik, fasilitas tersebut bukan merupakan tambahan penghasilan pribadi, melainkan bagian dari penyelenggaraan tugas pemerintahan.
PMK 66/2023 juga menetapkan daftar natura dengan batasan nilai tertentu yang bebas pajak. Misalnya, bingkisan hari raya keagamaan, laptop atau ponsel kerja, fasilitas kesehatan akibat kecelakaan kerja, hingga kendaraan dinas untuk pegawai dengan penghasilan tertentu. Dengan pembatasan yang jelas, pemerintah mendorong transparansi dan mencegah potensi penyalahgunaan fasilitas perusahaan untuk kepentingan pribadi.
Dalam konteks perpajakan, prinsip sederhananya adalah: natura dapat dikurangkan dari penghasilan bruto jika terkait langsung dengan pekerjaan dan memenuhi prinsip 3M — mendukung, menunjang, dan memperlancar pekerjaan. Namun, apabila natura diberikan melampaui batas wajar atau digunakan untuk kepentingan pribadi pegawai, maka nilainya menjadi objek PPh. Dengan kata lain, fokusnya bukan pada bentuk pemberian, melainkan pada tujuannya.
Bagi perusahaan, memahami ketentuan ini bukan sekadar urusan administrasi. Klasifikasi natura yang tepat akan mempengaruhi perhitungan biaya fiskal, pengisian SPT, dan bahkan reputasi kepatuhan pajak. Sementara bagi pegawai, pemahaman ini membantu mereka mengetahui mana fasilitas kerja yang bisa dinikmati tanpa konsekuensi pajak, dan mana yang harus dilaporkan sebagai penghasilan tambahan. (Baca juga : Menjaga Kepatuhan Pajak, Apakah Konsultan Pajak Penting?)
Pada akhirnya, PMK 66 Tahun 2023 mengingatkan kita bahwa substansi fiskal lebih penting daripada sekadar formalitas administrasi. Di tengah era digital dengan sistem seperti Coretax, pemahaman terhadap konsep dasar pajak tetap menjadi pondasi utama. Sebab, administrasi boleh berubah mengikuti teknologi, tetapi esensi kepatuhan dan keadilan pajak akan selalu berakar pada pemahaman yang benar tentang kebijakan fiskal.




